RAGAM DESA: Badri Pendamping Pulau, Nun Jauh di Selayar
Beruntunglah saya mendampingi Pattirolokka, Lalliseng, Inrello di Pulau Sulawesi, di Bumi Lamaddukelleng, Tana Wajo.
Dengan sebuah sekuter, saya bisa berkelebat paling lama sejam dari gubuk saya, sampailah raga ini di desa dampingan. Apatah lagi dengan mutu jalan yang semakin baik dari hari ke hari.
Bandingkan dengan teman saya ini yang mendampingi pulau-pulau terluar Kabupaten Kepulauan Selayar.
"Saya bertugas di pulau," tutur Badri, Pendamping Desa di Kecamatan Pasilambena, Kabupaten Kepulauan Selayar kepada saya pada sebuah rehat kopi pekan ini.
Sebetulnya saya dan dia sama saja, bertugas di pulau, dia di pulau-pulau Kecamatan Pasilambena, saya di Pulau Sulawesi. Kadang-kadang memang sudut pandang kita berubah terhadap sebuah benda. Ya, Sulawesi juga sebuah pulau.
Badri mendampingi Desa Kalaotoa, Garaupa, Garaupa Raya, Lembang Matene, Karumpa, dan Pulo Madu di Kecamatan Pasilambena.
Pusat Kecamatan terletak di Pulau Kalaotoa. Dua desa lainnya terpisah di pulau lain (Karumpa dan Pulo Madu).
Desa Pulo Madu menjadi pulau terluar. Badri harus mengeluarkan kocek Rp200.000,00 pulang pergi dengan kapal Pelni jika harus ke Benteng, Pulau Selayar untuk menghadiri Rapat Koordinasi P3MD Kabupaten Kepulauan Selayar.
Jika menggunakan pelayaran rakyat, lebih mahal lagi dengan ongkos Rp600.000,00 pergi dan pulang.
Belum disebut ongkos keliling pulau ke Karumpa dan Pulo Madu.
Betapa rumit pekerjaan Badri yang harus berlayar berkeliling desa. Perkara sinyal internet jangan ditanya. Terdapat tiga desa yang masih mengalami kekosongan sinyal: Desa Garaupa, Desa Garaupa Raya di Pulau Kalaotoa dan Desa Karumpa di Pulau Karumpa dan Pulau Batu yang tak berpenghuni.
Di Pulo Madu, Pendamping Desa Badri (setingkat di atas Pendamping Lokal Desa) sesekali mengintai "pulau bunga" Pulau Flores di mana kota Maumere berada. Wikipedia menyebut "cabo de Flores" (Tanjung Bunga).
Memang, Desa Pulo Madu berjarak sehamparan tasik ke Pulau Flores. Flores dinamai demikian yang berarti "bunga", sebuah kata Portugis.
Akan tetapi jika desa telah menjadi renjana, takkan surut biduk dihadang aral.
Saya jangan ditanya kalau harus dimutasi ke sana. Biarlah saya menggawangi "segitiga bermuda" Pattirolokka, Lalliseng, dan Inrello.
Semangat, ya Bro Badri.
0 Response to "RAGAM DESA: Badri Pendamping Pulau, Nun Jauh di Selayar"
Post a Comment