Toko Arma, Jenama Kewirausahaan Legendaris Wajo
Abdul Wahab Dai, Jurnalis Kewargaan
“ADA sesuatu yang lebih digdaya dari kematian, yakni hadirnya mereka yang telah tiada, dalam ingatan orang-orang yang ditinggalkan.”
Demikian Jean d’Ormesson (1925-2017) dalam versi Prancis “Il y a quelque chose de plus fort que la mort, c’est la présence des absents, dans la mémoire des vivants.” Kalimat ini sangat bermakna, seiring permainan bunyi yang indah yang hanya dapat dipahami para frankofon (penutur Bahasa Prancis) dan para frankofil (pencinta Bahasa Prancis). Ada bunyi “fort” dan “mort”, ada pula bunyi “présence”, “absents” dan bunyi “vivants” yang hampir senada.
Wafatnya Hj. Asmawati Maggalatung (Istri dari H. Hadri Gani), Toko Arma Lama, di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, telah membuat sedih rumpun kekerabatan keluarga besar yang bersangkutan, baik yang berada di Wajo, maupun di luar Wajo.
Banyak yang tidak tahu, jenama (brand) atau merek Arma adalah sebuah akronim. Perintis usaha Toko Arma di bilangan Jalan Mesjid Raya, Sengkang ini, H. Maggalatung, dikaruniai dua putra-putri: H. Arif Maggalatung dan Hj. Asmawati Maggalatung. Nah, Arma adalah singkatan dari Arif Maggalatung. H. Arif Maggalatung kini mengelola usaha dengan merek yang sama (Toko Arma) di Pasar Sentral Makassar.
Memberi nama sebuah usaha dengan akronim dan singkatan memang pernah trend dan mungkin juga dewasa ini. Sebagai pembanding dan contoh lain, jenama legendaris Gedung Yusbar di pusat kota Sengkang juga adalah sebuah akronim, Yunus Bersaudara disingkat Yusbar. Kisah yang sampai ke penulis, Gedung Yusbar dirintis oleh H. Panaungi, Ayahanda dari Yunus Panaungi dan Idris Panaungi (dua tokoh politik dan sosial kenamaan di Wajo). Wallaahu alaam bissawaab!
Toko Arma, seiring dengan hadirnya Toko Arma Baru di Jalan Jawa, lebih sering disebut sebagai Toko Arma Lama sebagai pembeda, meski pada plakat dan stempel toko tak ada kata “lama”. Penggunaan kata Arma Lama adalah sebuah konvensi tak tertulis di kalangan jejaring usaha dan bisnis ini, agar dapat membedakannya dengan Toko Arma Baru yang secara kebetulan terdapat hubungan kekerabatan dan dengan jenis bisnis inti (core business) yang sama: reseller tekstil dalam kategori pedagang besar (leveransir atau wholesale).
Toko Arma Lama berdiri sejajar dengan jenama-jenama usaha legendaris di Sengkang: Toko Sadar, Toko Arosa, Toko Surya, Toko Cahaya Totelle, Toko R. Tjang, Toko Kampiun, Toko Arsan, Toko Gloria dan merek kenamaan lainnya. Sebelum munculnya sarana-sarana pertemuan dan ruang konvensi lain dewasa ini, Gedung Arma di Lantai III Toko Arma, tempat pertemuan (lebih sering untuk resepsi perkawinan) adalah sebuah tempat yang kesohor hingga kini dalam skala Kabupaten Wajo dan sekitarnya.
KADERISASI KEWIRAUSAHAAN TOKO ARMA
Tak dapat dimungkiri, usaha dagang ini telah mengkader puluhan dan bahkan ratusan wirausahawan. Yang paling dekat adalah mereka yang pernah bekerja dan “belajar” di toko ini dalam berbagai lini usaha. Pemilik Toko Akbar Tekstil di bilangan Jalan Bau Baharuddin Sengkang dewasa ini (H. Abdul Muin Gani) adalah mantan kasir Toko Arma dalam tempo yang lama, sebelum membuka usaha secara mandiri.
Di sini bisa disebut Toko Arma Baru, Toko Arma 16, Toko Faradibah, Percetakan Faidah dan jejaring lainnya yang pernah menjadi kadet dan kader kelompok atau jejaring usaha ini. Kaderisasi kewirausahaan telah menghidupi banyak keluarga dan jasa-jasa inilah yang tak dapat dilupakan.
Namanya juga sebuah usaha, ada masa jaya, masa kemunduran, bahkan ada yang bangkrut. Bagi yang gagal, berusaha kembali memulai dengan jenis usaha lain dan kembali bangkit adalah hal yang wajar.
Dulu ada Toko Buku Arma di Jalan R.A. Kartini yang digawangi oleh H. Anas Hafid, kini secara mandiri membuka usaha Toko Buku Dilfa di Jalan Andi Paggaru. Masih banyak kisah kaderisasi Toko Arma yang tidak dapat disebut satu persatu dalam tulisan ini.
Ayah penulis, H. Ambo Dai Gani termasuk hasil kaderisasi toko ini. Pada tahun 1979, H. Maggalatung, mertua dari adiknya yang bernama H. Hadri Gani, suami Hj. Asmawati Maggalatung (ada yang menulisnya sebagai Hj. Hasmawati dengan Huruf “H”) meminta ayah penulis untuk mengelola sebuah usaha reseller tekstil di Pasar Siwa (masih di Jalan Andi Kollo).
Maka kami pun beremigrasi ke Siwa, dan ternyata ini membuka jalan bagi membaiknya kehidupan ekonomi dan nasib keluarga kami, dan mimpi penulis melanjutkan kuliah di kampus kenamaaan Makassar menjadi nyata. Hingga hari ini, usaha keluarga masih berlanjut dan telah berdurasi empat puluh tahunan dengan merek usaha Toko Fajar Tekstil Siwa.
Lini-lini usaha Toko Arma telah mengkader banyak wirausahawan, ada Percetakan Arma, ada usaha perjalanan haji dan umrah, bisnis perumahan, ada bisnis kos-kosan. Tidak terhitung ratusan dan ribuan pelanggan toko ini yang berbelanja dan “mengutang” barang pada toko ini untuk dijual kembali di tempat lain.
Pedagang keliling (biasanya sarung, seprai) atau falléléang banyak menjelajah lintas provinsi dengan berbelanja atau berutang pada toko ini. Ada yang ke pulau-pulau di Nusa Tenggara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara dan daerah-daerah lintas pulau lainnya.
Banyak pula toko di kabupaten tetangga yang menjadikan toko ini sebagai sumber persediaan barangnya (Pinrang-Sidrap dan lain sebagainya). Persediaan akan tekstil memang terbilang lengkap di toko ini: sarung, karpet, seprai, tetoron, belacu, kain kafan, gorden, bahan seragam sekolah dan pegawai dan lain sebagainya.
Dulu pada era 1990-an kesohor “renda Prancis” bagi kaum perempuan. Toko ini banyak menyediakan “renda Prancis” untuk keperluan busana ke kondangan. Belum termasuk jenis-jenis bahan jahit menjahit lainnya, termasuk kebutuhan seragam pegawai, seragam sebuah even dalam jumlah banyak tersedia dan dapat dipesan di toko ini.
Untuk urusan bahan jas dan celana, merek-merek kenaman tersedia di toko ini dengan beragam pilihan bahan, warna dan motif. Sangat lengkap!
Semua jejaring dan mantan kadet toko inilah yang bersedih dengan berpulangnya Almarhumah. Dengan modal sosial ini pulalah, salah seorang putranya, H. Muhammad Tasbih Hadri Gani, sepupu penulis, menjadi anggota DPRD Kabupaten Wajo pada Periode 2009-2014.
Innalilaahi wa inna ilaiihi roojiuun!
0 Response to "Toko Arma, Jenama Kewirausahaan Legendaris Wajo"
Post a Comment