Opini: Siwa, Menata Kembali Kota Kita
Oleh Abdul Wahab Dai
Problematika yang dihadapi Pasar Siwa kini adalah tiga sisi jalan yang mengitari Pasar diokupasi oleh pedagang ritel kaki lima pada Hari Pasar.
Akibatnya para pedagang ritel (baca: pengecer) yang ada di dalam Pasar kekurangan transaksi.
Pembeli lebih nyaman berbelanja di luar Pasar. Lantai II pun menjadi sepi. Hanya ada belasan pengecer dan usaha darji di Lantai II.
Jika okupasi pengecer kaki lima dipertahankan, transaksi Pedagang Blok (saya menyebutnya demikian sebagai lawan dari Pedagang Non-Blok) akan sepi.
Kios-kios yang ada di dalam Pasar memiliki alamat Blok. Ya, pengecer yang mengokupasi jalanan pada Ahad dan Rabu bolehlah kita sebut Pedagang Non-Blok.
Pedagang Non-Blok berada pada zona nyaman bertransaksi di jalanan tinimbang di dalam Pasar. Jadilah Pedagang Blok menjadi korban.
Belum lagi lalulintas yang kacau pada Hari Pasar. Saya beberapa kali menyaksikan adu mulut antarpengendara yang terjebak macet akibat okupasi jalan, bahkan saya pernah berdebat dengan pengendara lain.
Tahun lalu saya menyaksikan perkelahian antarpengendara yang menimbulkan luka berdarah pada salah satu pihak dan berujung jeruji dan pengadilan akibat saling senggol.
Para pengecer di ruko juga merasa terzalimi dengan okupasi jalanan yang menghalangi pelanggan mereka memarkir kendaraan di depan ruko mereka. Transaksi mereka pun berkurang.
Pasar Siwa memang tidak sepi dari problematika dan benturan kepentingan.
Turbulensi ini semoga segera berakhir tanpa ada yang merasa teraniaya.
0 Response to "Opini: Siwa, Menata Kembali Kota Kita"
Post a Comment