Esai: As'adiyah dan Kita (oleh Abdul Wahab Dai)

Pada tahun 1980-an, saya "nyantri" di Guru Tahi' (sapaan khas Tahir), seorang guru mengaji di Siwa, Wajo, Sulawesi Selatan.

Kakinya yang lumpuh, konon terjatuh dari pohon kelapa jelang hari pernikahannya. Musabab tidak bisa meninggalkan tempat, Guru Tahi' duduk dan terbaring sepanjang waktu di kasur di rumahnya.

Kami pun berguru membaca kitab suci Al-Qur'an dengan mengelilingi kasurnya.   

Jelang mengkhatam Al-Qur'an kami dibagikan secara gratis sebuah buku beraksara Lontara' dan Hijaiyyah.

Rupanya buku itu karangan K.H. Muh. Yunus Maratang atau dalam berbagai referensi resmi tertulis K.H. Muhammad Yunus Martan yang pernah memimpin Pondok Pesantren As'adiyah. Judulnya saya lupa, isinya tentang tata cara mendirikan salat yang dipaparkan dengan bahasa Bugis bertulis aksara Lontara'.

Setiap bacaan dalam salat diterjemahkan ke dalam bahasa Bugis. Di bagian akhir terdapat foto-foto dua orang yang memperagakan gerakan salat yang benar dan gerakan salat yang salah.

Lama berselang, sekitar awal tahun 2000-an saya akhirnya berkenalan dan dipertemukan dengan Ahmad Sunnari Rafii Yunus di Gowa, orang yang diambil gambarnya sedang memperagakan gerakan salat yang benar. Sunnari adalah cucu K.H. Muhammad Yunus Martan, putra Prof. K.H. M. Rafii Yunus Martan yang belakangan menjadi Pimpinan Pondok Pesantren As'adiyah yang pernah dipimpin oleh ayahnya K.H. Yunus Martan.

Demikianlah, As'adiyah mengajarkan Islam kepada penduduk Wajo penutur Bugis dan orang luar Wajo yang dapat memahami bahasa Bugis dan kini meluas ke luar Wajo.

Pada era 1980-an dan 1990-an dahulu Radio Suara As'adiyah Sengkang "merajai" udara Wajo dan sekitarnya, bahkan siarannya dapat dipantau di Sulawesi Tenggara.

Radio Suara As'adiyah (RSA) yang disiarkan dari Jalan Masjid Raya Sengkang pada gelombang Medium Wave (MW) selain menjadi radio dakwah, juga menjadi sarana penyampaian pelbagai informasi kemasyarakatan dan pemerintah daerah.

Radio ini kerap menyiarkan ceramah Islam dari studio dan dari Masjid Raya Sengkang (kini Masjid Agung Ummul Qurra').

Bagaimanapun tulisan ini tidak meggambarkan secara keseluruhan As'adiyah yang berdiri sejak 1930.

***

Besok, pondok pesantren tertua di Sulawesi Selatan ini akan menggelar Muktamar XV. Wakil Presiden RI berlatar pesantren K.H. Ma'ruf Amin akan membuka acara ini esok pagi, Sabtu, 3 Desember 2022.

Malam ini kota Sengkang pastilah sangat ramai dengan datangnya muktamirin dari antero Negeri dan Luar Negeri.

Hal yang menjadi keistimewaan As'adiyah adalah pimpinannya dipilih bukan berdasarkan nasab biologis, akan tetapi berbasis nasab keilmuan. Jadi pimpinan ponpes bisa saja tidak ada hubungan nasab dengan pendiri As'adiyah K.H. Muh. As'ad (Gurutta Sade').

Dalam bahan tayang berformat PDF yang beredar jelang Muktamar, saat ini Pondok Pesantren As'adiyah telah memiliki 350 cabang dan 453 lembaga pendidikan di antero Nusantara, bahkan hingga ke Luar Negeri.

Muktamar kali ini dilaksanakan dengan tema Transformasi Nilai-Nilai Wasathiyah As'adiyah Menuju Indonesia Tangguh dan.

Kita sebagai orang Wajo sangat dekat dengan pesantren ini.

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Esai: As'adiyah dan Kita (oleh Abdul Wahab Dai)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel